Kasus korupsi kepala daerah masih menjadi permasalahan bangsa ini yang belum kunjung terselesaikan. Bahkan mendekati Pemilu dan Pilkada 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rajin melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap kepala daerah.
OTT KPK di antaranya berhasil meringkus Bupati Kapuas, Ben Brahim S Bahat, Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil, Bupati Kepulauan Meranti, M Adil dan Wali Kota Bandung, Yana Mulyana dalam kasus dugaan korupsi.
Ketua Dewan Penasihat Persatuan Putra Putri Angkatan Udara (PPPAU) Muara Karta Simatupang menilai maraknya tindak pidana korupsi yang dilakukan kepala daerah ditengarai dipicu oleh politik transaksional.
Karta berpendapat, tidak hanya harus mengembalikan biaya kampanye yang telah dikeluarkan sebelumnya, para kepala daerah diduga juga dituntut membayar ongkos politik tinggi untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaannya.
“Masyarakat putus asa atau boleh dibilang stres atas ulah kepala daerah yang suka korupsi. Apalagi jumlahnya sangat banyak,” kata Karta dalam keterangannya, Sabtu (10/6).
Karta lantas mengingatkan terkait pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang membeberkan hasil perhitungan bahwa 84 persen kepala daerah di Indonesia dibiayai cukong untuk maju Pilkada.
Hal itu disampaikan Mahfud saat menghadiri acara puncak HUT ke 56 KAHMI di Hotel Kartika Chandra, Jakarta pada Sabtu (17/9/2022).
Imbasnya, setelah terpilih, para calon kepala daerah ini akan memberi imbalan balik kepada cukong yang membiayainya tersebut.
“Itu hasil simulasi saya dengan anak-anak LSM. Kalau hitung-hitungan KPK, 84 persen kepala daerah terpilih karena cukong. Itu angka dari KPK,” kata Mahfud.
Bahkan, lanjut Karta, Ketua Majelis PPP Muhammad Romahurmuziy pernah mengungkap bahwa hampir semua elected officials atau pejabat terpilih di Indonesia itu melakukan praktik korupsi.
“Hari ini hampir semua saya rasa 99% elected officials di Indonesia itu korup,” kata Romahurmuziy dalam Podcast Total Politik.
Bagi dia, hal itu terjadi karena biaya untuk naik menjadi elected officials, baik itu kabupaten, provinsi atau RI itu tinggi tidak sepadan dengan penghasilan normatif mereka sehingga terpaksa untuk mengembalikan modal.
“Demokrasi kita nggak sehat, demokrasi transaksional,” kata Karta yang juga praktisi hukum senior ini.
Maraknya korupsi para kepala daerah, menurut Karta, akan berdampak hancurnya sebuah negara besar. Sebab semua kekayaan negara sudah digadaikan kepada oligarki.
“Ini merupakan timbal balik dari ongkos pencalonan ketika mau maju di pilkada. Setelah menang ada konsesi tambang serta APBD dikendalikan pemberi modal,” demikian Karta.
sumber: https://www.rmoldkijakarta.id/banyaknya-kepala-daerah-korupsi-bikin-masyarakat-putus-asa